Mahameru, yayasan yang bergerak di bidang sejarah, budaya, dan arkeologi, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, menerjemahkan lakon wayang krucil "Langen Driya" bertuliskan Jawa Kuno. Lakon tujuh jilid yang diterbitkan Balai Pustaka - Batavia Sentram antara 1932-1938 itu berkisah tentang roman zaman Majapahit akhir, Damarwulan dan Kencanawungu.
Ketua Yayasan Mahameru Gatot Pranoto, Sabtu (29/11) di Blora, mengatakan "Langen Driya" merupakan roman jawa kuno jenis pelipur lara. Roman itu hanya beredar di kalangan keraton dan kerap didongengkan kepada anak-anak berdarah biru. Pada zaman Pangeran Adipati Aryo Mangkunegara VII memerintah Surakarta, ia memperbolehkan "Langen Driya" dibaca masyarakat umum.
Sejak itu, "Langen Driya" menjadi salah satu lakon wayang krucil. Wayang krucil merupakan wayang yang terbuat dari kayu (untuk badan wayang) dan kulit (untuk tangan wayang). Wayang yang berkembang di Jawa Tengah bagian timur itu merupakan sarana syiar Islam.
Menurut Gatot, Mahameru mendapat buku itu dari pensiunan penilik kebudayaan Topowiyono. Ia membeli buku itu di Toko Buku Hoe Sien, Pasar Johar, Semarang. Buku itu diterbitkan percetakan Balai Pustaka - Batavia Sentram yang berdiri pada 1912.
"Satu jilid buku bisa menjadi lima buku tulis biasa," kata Gatot. Pakar tulisan jawa kuno asal Blora Basuki (56) mengatakan roman Damarwulan-Kencanawungu itu mengambil latar belakang Kerajaan Majapahit di masa pemerintahan Handayaningrat atau Brawijaya III. Roman itu terbagi menjadi tujuh lakon yang berkesinambungan.
Lakon-lakon itu adalah "Jumenenganipun Dewi Kencanawungu", "Pejahipun Ronggolawe", "Gunjaran", "Pejahipun Menakjingga", "Ratu Wandhan Dhateng Majapahit", "Damarwulan Jumeneng Nata", dan "Panji Wulung Dhateng Majapahit".
Setiap lakon itu diawali dengan kata "Lampahan". "Sementara ini terjemahan itu masih dalam bentuk tulisan tangan," kata Basuki yang mengaku menerjemahkan buku itu selama tiga tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar