Menyimpan Alquran dan Kitab-Kitab Kuno
Museum Mahameru menyimpan banyak benda bersejarah yang sebagian besar ditemukan di wilayah Blora. di antaranya adalah Alquran dan kitab-kitab kuno. Kitab-kitab itu sedikit merekam jejak Islam di wilayah ini.
Di ruang atas museum Mahameru yang terletak di komplek wisata Taman Tirtonadi sejumlah pengunjung nampak asyik memerhatikan koleksi benda-benda kuno bernilai sejarah tinggi yang dipajang. Di antara pengunjung ada yang terlihat serius mengamati benda yang disimpan di lemari kayu dengan kaca transparan. Di dalamnya, di bagian atas tertata rapi bebarapa kitab yang sudha tidak utuh lagi. Warnanya coklat kusam, meski masih ada yang terlihat lebih terang.
Ya, kitab-kitab itu adalah kitab kuno koleksi museum yang dikelola Yayasan Mahameru dan Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Blora tersebut. Di antara kitab-kitab itu, ada Alquran kuno yang terbuat dari kulit. Tulisannya masih tulisan tangan. Juga ada kitab keagamaan lainnya, seperti ushul fiqih, tafsir dan tauhid serta kitab serta kitab-kitab karangan ulama terdahulu. Hanya tidak diketahui dengan pasti kapan kitab-kitab itu dibuat. ''Kami perkirakan kitab itu dibuat sebelum Islam masuk di Blora,'' ujar Ketua Yayasan Mahameru, Gatot Pranoto.
Indikasinya, antara lain, didapat dari keterangan sejumlah warga bahwa kitab yang kini disimpan di lemari kaca itu dibuat tahun 849 hizriyah (1428 masehi) oleh ulama mesir. Kitab tersebut bertuliskan tangan dengan tinta hitam. Bahan yang digunakan berupa kertas kuno ada juga yang dari kulit. Kitab itu adalah Tafsir Jalalain. Yakni berisi tafsir Al Quran surat Al Kahfi sampai juz 29. Penulisnya Syeh As-Suyuti dari Mesir.
Dari beberapa benda koleksi bernuansa Islami di museum itu, terdapat Cupu (batu berongga) dari Desa Jiken Kecamatan Jiken. Gatot Pranoto menyebutkan, di dalam Cupu berisi medali atau bandul perunggu yang bertuliskan huruf arab. Konon ceritanya, Cupu tersebut peninggalan salah seorang pengikut Pangeran Diponegoro. Ketika berperang melawan penjajah Belanda di tahun 1825-1830 masehi, Pangeran Diponegoro membekali para pengikutnya dengan benda-benda yang mampu membangkitkan kepercayaan diri. ''Bisa jadi salah seorang pengikut Pangeran Diponegoro itu adalah orang Blora,'' tandasnya.
Benda koleksi Museum Mahameru lainnya yang bernuansa Islami adalah Kitab Ushul. Kitab itu terdiri dari tiga pokok bahasan yaitu Ilmu Tauhid karangan Ibnu Abbas Ahmad. Yang kedua, tanya jawab tentang Ilmu Fiqih dan Tauhid. Ketiga, tentang Ummu Barohim dan Fathul Mubin karangan Imam Sanusi. Dari tulisan di dalam kitab diketahui bahwa pemilik kitab tulisan tangan itu adalah Muhammad Munasir Desa Sukorame Distrik Tunjungan Blora.
Ada juga kitab yang terdiri dari tiga pokok bahasan. Yaitu Sayidina masalah tanya jawab tentang ilmu Islam, Ma'rifatul Imam wal Islam tentang ilmu Tauhid dan Fiqih karangan Abbas Ahmad dan kitab Ushul tentang dasar-dasar ilmu Fiqih. Selain itu ada juga Al Quran tulisan tangan dari Surat Al Baqarah sampai surat Ibrahim. Gatot Pranoto menyebutkan benda-benda tersebut merupakan hibah dari sejumlah warga di Blora. ''Benda-benda itu terkait erat dengan penyebaran agama Islam di Blora,'' tandasnya.
Meski sudah tua, kitab-kitab itu masih jelas tulisannya, sehingga masih bisa dibaca. Sejumlah versi sejarah menyebutkan Islam kali pertama di Blora disebarkan Sunan Pojok. Selain keturunan dari para wali songo, Sunan Pojok juga mempunyai hubungan kedekatan dengan budaya dan kesenian Jogjakarta. Sejarah itu pernah dibeber Kanjeng Raden Tumenggung Hardjono Nitidipuro yang datang bersama 14 orang abdi dalem dari Jogjakarta khusus untuk menceritakan napak tilas sejarah Blora pada malam pengajian dalam rangka Haul Sunan Pojok tahun lalu. Hardjono Nitidipuro adalah salah seorang keturunan Sunan Pojok. Menurutnya, Sunan Pojok sangat dekat dan setia pada Sultan Agung Hanyokrokusumo dari Mataram. Sunan Pojok yang semasa hidupnya dikenal dengan nama pangeran Surabahu atau Syaikh Amirullah Abdulrahim, masih mempunyai hubungan darah dengan Sunan Muria, Sunan Kudus, Sunan Bonang, Sunan Ampel dan Dewi Candrawati binti Arya Tejo Bupati Tuban, serta keturunan dari Sunan Ngudung yang berasal dari Jipang Panolan.
Tugas yang diemban Sunan Pojok pada masa kejayaan Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613-1645) sangat berat. Yakni menghadapi VOC Belanda dan beberapa adipati seperti Tuban, Pati, Pasuruan, Surabaya yang masih "mbalelo" terhadap Sultan Mataram kala itu.
Sunan Pojok yang kala itu menjadi panglima perang, berhasil menuntaskan pekerjaannya dengan kemenangan yang diraih pada 20 Nopember 1626. Usai menjalankan tugasnya Sunan Pojok kembali ke Blora.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar