Museum Mahameru Blora

Museum Mahameru Blora
Museum Mahameru Blora

Minggu, 11 Juli 2010

Warga Banderol Harga Fosil

BLORA, - Warga penemu fosil yang tinggal di sekitar Bengawan Solo Purba, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, belakangan ini kerap membanderol harga fosil. Kalau pemerintah daerah tidak mampu memenuhi harga itu, mereka tidak segan menawarkan atau menjual fosil itu kepada pemburu fosil dan benda bersejarah.

Kepala Museum Mahameru Blora Gatot Pranoto, Kamis (17/12) di Blora, mengatakan, temuan fosil terakhir dibanderol Rp 2 juta-Rp 3 juta. Fosil tersebut berupa tengkorak banteng purba (Duboisia santeng), tengkorak kerbau purba (Bubalus paleokarabau), dan tempurung kura-kura purba jenis batagurit.

Lantaran khawatir fosil-fosil tersebut jatuh ke tangan orang lain, Museum Mahameru melalui Yayasan Mahameru ”membeli” fosil itu seharga Rp 1,5 juta. Yayasan Mahameru mengistilahkan pembelian tersebut sebagai upah menggali fosil supaya tujuh warga penemu tidak menganggapnya sebagai transaksi jual-beli.

Saat ini, fosil-fosil itu berada di bengkel Yayasan Mahameru. Setelah dibersihkan dan dirawat, fosil-fosil itu akan disimpan di Museum Mahameru.

Milik negara
Palaeontolog Museum Geologi Badung, Fachroel Azis, mengatakan, masyarakat di sekitar Bengawan Solo purba sudah mengetahui nilai fosil. Ketika Tim Vertebrata Museum Geologi Bandung mendatangi lokasi temuan, mereka juga meminta tim membeli fosil temuan mereka seharga Rp 2 juta.

Fosil itu milik negara karena sudah dilindungi dan diatur dalam undang-undang. Seharusnya warga dengan sukarela menyerahkan fosil tersebut kepada pemerintah daerah, bukan malah pasang harga dan menjualnya.

”Tugas pemerintah setempat menyosialisasikan larangan dan aturan menjual fosil atau benda- benda cagar budaya. Kalaupun warga penemu meminta ganti, pemerintah cukup memberikan uang jasa penggalian dan sertifikat penghargaan,” kata Fachroel.

Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Blora Suntoyo mengatakan, penjualan fosil terjadi lantaran faktor ekonomi. Warga lebih mementingkan urusan perut ketimbang fosil atau benda-benda bersejarah.

Tidak ada komentar: